Ketika Mbah Kena COVID -19



 Bismillahirrohmaanirrohiim Minggu akhir Januari 2021 Mbahnya anak2(Ibu saya) batuk2, dan badan terasa tidak enak, susah makan. Periksa ke dokter umum, blm ada perubahan. Akhirnya ke dokter dalam, begitu juga blm ada perubahan yg berarti. Akhirnya ke Rumah Sakit (RS) sekitar tempat Mbah tinggal. Di sini di cek Lab, Rontgen dan Rapit Tes. Tensi tinggi 170, dan biasanya Mbah asam lambung jg tinggi yg menyebabkan sesak napas. Rapid Tes negatif tapi hasil rontgen paru-paru keruh. Saturasi (kemampuan menyerap Oksigen hanya 83 dari angka normal 90-95 an, jadi lsg di rujuk ke RS besar. Kami memillih ke salah satu RS besar swasta Solo. 

Karena hasil rontgen paru yang keruh dari UGD Mbah lsg masuk ke kamar Iso suspek (malam Senin 1 Feb 2020). Saya baru berangkat dari Subang Senin pagi, krn nunggu Bp nya anak2 pulang nguli ke hutan di Padang (baru nyampe jam 01.00 malam Seninnya). Saya sampe di RS sore jam 15.30 dan mbah sudah di kamar Isolasi. Hasil rontgen paru-paru di RS tersebut sama dengan yang sebelumnya, keruh,dan di duga terpapar Covid-19. Jarak rumah dg RS di Solo lumayan jauh (15 km-an) sy dan kakak men cari kos an. Senin pagi 1 Feb 2021 Mbah swab 1. Selasanya 2 Feb 2021 swab 2. Begitu mbah masuk RS Solo, sy lsg hub temen2 SMA yg jadi dokter dan tugas di Solo. Alhmdulillah nyambung, ke dokter spesialis paru yg kebetulan tugas juga di RS Mbah dirawat. Alhamdulillah terpantau perkembangan Mbah setiap harinya dan kami bisa mengkomunikasikannya. 

Rabu 3 Feb 2021 sore, dapat kabar hasil swab 1 Mbah positif Covid. Seketika hati berkecamuk berjuta rasa campur aduk jadi satu, tidak karuan rasanya sedih, takut, khawatir, pikiran udah ke jauh ke mana2. Kaki pun terasa tidak berpijak kuat di tanah. Ya Allah , tyt penyakit pandemi yg melanda dan ditakutkan dunia saat ini menimpa Mbah. Ya Allah sembuhkanlah Mbah, hanya Engkau yang Maha Penyembuh dan Maha Kuasa segala sesuatunya. Kami percaya semua takdir dan qodar Mu. Malamnya Mbah lsg dipindah ke kamar Isolasi yg lebih tinggi tingkatannya, bukan suspek lagi tapi ke kamar Isolasi (Iso) yg semuanya positif. Bgmna tidak kalut, banyak pasien yg muda2 saja klo terpapar Covid berat, bnyak yg tdk tertolong. Apalagi Mbah yg sdh lansia 75 tahunan dgn komorbid tensi tinggi. Juga susah nafas (ampeg/bahasa Jawa, eungap/bahasaSunda). 

Subhanallah perjuangan para nakes yg merawat di kamar Iso ini. Dengan memakai APD lengkap yg tentunya tidak nyaman, selama 4 jam mereka bergiliran melayani pasien. Selama bertugas tentunya tdk bisa makan/minum atau bahkan bab/bak. Belum lagi ada pasien yang rada rewel. Keluarga bisa melihat keadaan pasien hanya dari CCTV yang ada di bangsal perawat. Pasien bisa komunikasi dg keluarga dari hp saja, mau butuh pampers, baju kotor /ganti atau makanan bisa dititip ke perawat. Klo pasien bisa android bisa vidcall bisa ada sedikit utk motivasi selama di Iso. Sy menyesal blm sempat memberi dan mengajari Mbah hp android. Apalagi mbah hampir setiap nelp, bilang kpn sy bisa ditengok/ditungguin....

 Rupanya Mbh blm tau klo terkena Si Covid tea. Sy jg gk berani bilang takut menambah drop Mbah. Selama itu pula sy hidup dg tdk kepastian, status tdk jelas, blm berani swab. Walau, sejak 2 bulan setelah Mbah pulang dari Subang tempat saya merantau, sy memang blm kontak dg Mbah, tapi kakak saya sudah. Kami bertekad klo Mbah sudah negatif saya dan kakak, mau lsg swab juga. Anak Mbah hanya kami berdua, saya dan kakak. Saya hanya berusaha tetap jaga makan dan imun., agar tetap sehat dan bisa menjaga Mbah. Rutin minum madu, jahe merah, sambiloto juga minyak ikan. Ada yang menyarankan minum   Qust Al Hind (gerusan kayu Hindia). Banyak pengalaman yang sembuh dari Covid-19 dengan meminum Qust Al Hind ini. Jika positif Covid ini dapat diperoleh dari Yayasan Al -Ikhlas Koh Hanny Kristanto melalui Wa, seperti berikut: 




Karena jarak RS dan rumah yg jauh.Sy dan kakak selama di kosan tdk berani bilang klo Mbah dirawat di Iso. Takut gk boleh kos lagi, kami yg repot. Jauh2 sebelumnya, temen pernah share ttg donor plasma di grup SMA. Kebetulan dr. Khoirul Hadi pencetus aplikasi donor plasma seangkatan sama beliau di Fakultas Kedokterannya. Yg perlu donor tentunya yg terpapar berat.Jd lsg berusaha mencari donor plasma konvalensen, dan tdk mudah utk mencarinya, krn hrs sesuai golongan darah , udh pernah terpapar berat (udh 14 hari) , laki2 dan sdh tidak gejala lagi. Dapat dilihat di  https://youtu.be/21TAjqF2qgs


RS langsung mendaftarkan antrian permintaan donor plasma ke PMI. Walaupun secara nalar mustahil utk segera mendapatkannya, krn kriteria tsb jd langka yg donor tp permintaan banyak bahkan ratusan.Sehingga saudara2   bergerak mencari donor plasma, dan  memang tdk mudah. Ada yg siap donor tp golongan darah beda. Ada yg sama (A+) tp baru terpapar ringan. keponakan cari di akdoplak dpt dari Sidoharjo  tp kata petugas Lab, klo terlalu jauh takut rusak di perjalanan. Saya menyuruh Anis (anak sulung saya ) untuk mencari donor di aplikasi akdoplak, dapat 3 orang,1 yg respon baik sekali. Tp krn sebelumnya udh daftar sukarela di PMI ya wewenang PMI untuk mendistribusikan. Kebetulan dibantu keluarga  yg bekerja di PMI, Alhmdulillah di hari ke 6 sejak dirawat (di kamar Iso) ada kabar Mbah dpt donor plasmanya. Alhamdulilah betapa gembira dan bersyukurnya kami. Terimakasih yang sebesar-besarnya, jazakallahu khiron katsiiroo, kepada Bapak pendonor, staff PMI dan RS. Semoga Allah membalas kebaikannya  berlipat ganda.

Sampel darah Mbah diambil dibawa ke PMI  utk di cross dg sampel darah pendonor, Alhmdulillah  cocok. Minggu (hari ke-7) darah pendonor  dibawa ke  RS dan ditranfusi ke Mbah, selesai hari Seninnya (hari ke 8).Sejak dpt donor plasma kondisi dan kesadaran semakin membaik.Klo ditelpon sudah nyambung, bukan hanya nanya kpn saya boleh ditengok…

Hari ke 10 (11 Februari) sejak swab 1, Mbh di swab evaluasi, hasil kami terima tgl 12 Feb malam nya Alhmdulillah karunia Allah, yg tidak terkira, Mbah sudah negatif. Rupanya  dg donor plasma,  antibodi Mbah lsg banyak utk melawan virus Covid itu.

Malam itu pula lsg pindah ke bangsal biasa utk penyembuhan tuntasnya krn DDmer (kekentalan darah) Mbah yang tinggi. Sejak di kamar Iso Mbah dipasang mesin pengencer darah.

Berikut  tulisan Dahlan Iskan ttg "D-dimer"

Penantian D-dimerSenin 08 February 2021

Oleh : Dahlan Iskan

KALAU saja tidak terkena Covid-19 mungkin saya tidak kenal istilah ini: D-dimer

Tentu saya sudah ratusan kali memeriksakan darah. Tapi baru di saat terkena Covid Januari lalu itu unsur D-dimer darah saya diperiksa: 2.600.

Saya bersyukur tim dokter memasukkan "D-dimer" ke dalam daftar yang harus dicek. Lalu ketahuanlah angka 2.600 tersebut. Kelewat tinggi. Normalnya, maksimum 500.

Pembicaraan soal D-dimer ini ramai minggu lalu. Yakni ketika seorang pasien Covid-19 di Semarang meninggal dunia. Justru setelah 10 hari dinyatakan Covid-nya negatif. Sudah double pemeriksaan –negatif terus.

Ternyata saya kenal almarhum: Santoso Widjaya. Umur 63 tahun. Kontraktor listrik. Rekanan PLN sejak zaman dulu.

Tanggal 9 Desember 2020, Santoso terkena Covid. Ia dimasukkan RS besar di Semarang. Tanggal 21 Desember dinyatakan sembuh. Hasil swab test-nya negatif. Lalu diswab lagi: tetap negatif.

"Suami saya itu tidak pernah sakit. Tidak pernah masuk rumah sakit," ujar Swanniwati, istrinya. "Ya baru sekarang ini berurusan dengan rumah sakit. Meninggal," kata Swanniwati.

Saya menelepon Swanniwati kemarin. Sehari setelah dia tampil di CNN Indonesia. Swanniwati menceritakan semua yang dialami suami. Kini Swanniwati memang ingin agar jangan ada orang lain senasib dengan suaminyi. Yakni meninggal justru setelah dinyatakan sembuh dari Covid-19

"Pokoknya memeriksakan D-dimer itu penting. Biar pun sudah dinyatakan sembuh dari Covid. Bisa saja masih terjadi pengentalan darah," ujar Swanniwati.

Itulah yang dialami suami Swanniwati. Sang suami sebenarnya minta pulang tanggal 22 Desember itu. Dokter juga sudah membolehkan. Tapi sang istri minta agar sang suami tidak perlu pulang dulu. Bereskan dulu sakit lain akibat Covid.

Kebetulan, tanggal itu, Swanniwati sendiri masih di rumah sakit. Dia sengaja opname satu minggu. Dia pilih opname di rumah sakit di luar kota Semarang. Di Mranggen. Masuk Kabupaten Demak, sebelah timur Semarang.

Swanniwati pilih rumah sakit itu karena kenal pemiliknya. Sang teman sebenarnya tidak menyarankan Swanniwati opname. Keadaannyi baik. Tidak ada keluhan. Tapi dia ingin lebih sehat. Setelah suami dan dua anaknya terkena Covid.

Tanggal 22 Desember itu, ketika Santoso dinyatakan sembuh dari Covid, Swanniwati opname di Mranggen. Lalu sang suami dipindah ke lantai atas –untuk pasien yang non-Covid. Ia ingin dokter menyembuhkan sisa infeksi di paru-parunya –akibat Covid.

Keesokan harinya, Santoso justru sulit bernafas. Tiba-tiba saja. Sampai harus dimasukkan ke ICU non-Covid. Dipasangi ventilator.

Setelah diperiksa, D-dimer Santoso ternyata di level 6.000. Santoso tidak pernah lagi keluar dari ICU. Sampai ia meninggal dunia tanggal 1 Januari, tepat di tahun baru 2021.

Ia berstatus bukan meninggal karena Covid. Juga bukan karena paru-paru. Tapi karena jantung. Jantungnya berhenti. Ada sumbatan D-dimer di dalam jantung itu.

Saya tidak bisa mendapat angka ini: berapa D-dimer Santoso saat dinyatakan sembuh dari Covid itu. Istrinya belum siap dengan angka itu, masih di tangan anaknya.

Swanniwati sendiri seorang pengusaha herbal. Ia menjual ramuan dari Kalteng dan Tiongkok. Kakeknyi Tionghoa kelahiran Tiongkok. Neneknyi orang asli Dayak, Kalteng.

Orang Semarang juga mengenal Swanniwati sebagai orang yang bisa menghilangkan tahi lalat. Dengan ramuan itu. Sudah lebih 30 tahun ia praktik menghilangkan tahi lalat di Semarang.

"D-dimer memang menakutkan para dokter di ICU Covid," ujar Prof Dr Med Puruhito, dr SpB TKV, ahli bedah jantung terkemuka dari Unair Surabaya.

Apalagi keberadaan detail D-dimer masih terus diselidiki. Demikian juga bagaimana mengatasinya.

D-dimer adalah munculnya ''cendol-cendol'' di dalam darah. Lapisan protein tertentu dalam darah menyatu dengan ''teman sejenis'' sehingga membentuk gumpalan kecil-kecil. Saking kecilnya, gumpalan itu tidak terlihat oleh mata. Bisa dilihat oleh mikroskop. Gumpalan itulah yang saya sebut cendol.

Itu bukan sekadar pengentalan darah. Beda. Kalau ''pengentalan darah'' kesannya seluruh darah itu mengental. Bukan itu. Darah penderita Covid memang bisa mengental. Bisa juga tidak. Tapi di darah yang tidak mengental pun bisa muncul ''cendol-cendol-kecil'' itu. ''Cendol-cendol'' itu ikut mengalir di dalam darah. Bisa menyumbat.

Saya bukan dokter. Maafkan kalau penggambaran itu salah. Anggap saja tulisan ini tidak ada.

''Cendol'' yang ikut mengalir di dalam darah itulah yang berbahaya. Apalagi kalau jumlahnya banyak. Ia bisa berhenti di jantung dan menyumbat saluran darah di jantung. Apalagi kalau ''cendol-cendol'' lainnya ikut nimbrung di situ.

Kalau cendol itu berhenti di saluran darah di otak, terjadilah stroke. Kalau berhenti di paru terjadilah sesak napas. Dalam hal Santoso tadi, ''cendol'' itu berhenti di jantung.

Waktu saya boleh keluar dari RS Premier Surabaya lalu, D-dimer saya masih 1.130. Masih sangat tinggi dari normalnya, maksimum 500.

Pagi ini saya akan test D-dimer lagi. Saya harus hati-hati. Jangan-jangan naik –meski harapan saya turun.

Sejak keluar dari rumah sakit itu saya terus minum obat Xarelto 15 mg. Satu kali satu hari. Itulah obat mengurai ''cendol''.

Kekuatan obat Xarelto itu sama dengan yang saya terima waktu opname. Hanya saja, saat itu, obatnya disuntikkan di kulit perut. Sehari dua kali suntik. Sedang yang ini bentuknya pil.

Obat Xarelto saya itu habis tadi malam. Hasil pengecekan darah pagi ini sangat menentukan. Kalau hasilnya turun tapi belum sampai level 500 saya harus segera membeli lagi. Obat yang sama.

Kalau hasilnya sudah baik –sudah di level 500 ke bawah– saya boleh menghentikann.

Bagaimana kalau hasilnya memburuk? Saya bertekad akan masuk rumah sakit lagi. Saya harus mencari jalan agar D-dimer saya itu normal kembali.

Kalau pun D-dimer saya sudah normal, saya harus kembali ke obat lama: Plavix. Itulah obat pengencer darah –bukan obat pengencer ''cendol darah''.

Semua orang yang di jantungnya sudah dipasangi ring harus meminum obat pengencer darah. Seumur hidup. Agar tidak terbentuk cendol di darahnya. Cendol itu bisa menempel di ring. Lalu, teman-temannya gabung di situ. Membuntu saluran darah di jantung.

Biarpun ring di dalam jantung hanya satu, tetaplah harus minum obat pengencer darah. Apalagi kalau ringnya dua atau tiga. Ada orang yang jantungnya sampai dipasangi ring 6 buah.

Dan di aorta saya, sekarang ini, terdapat 670 ring. Yakni untuk mengatasi saluran darah utama saya yang pecah tiga tahun lalu. Ring itu begitu banyak karena aorta saya yang pecah itu panjangnya setengah meter. Betapa rawannya cendol darah itu.

Siang nanti saya akan tahu berapa banyak cendol darah akibat Covid-19 di dalam darah saya. Sebuah penantian yang menuntut kepasrahan.

(Dahlan Iskan). Dapat dilihat di: https://www.disway.id/r/1214/penantian-d-dimer

Oh ya, sejak Mbah negatif saya dan kakak, lsg swab antigen  Alhmdulillah negatif juga semuanya.

Tanggal 18 Feb Mbah, Alhamdulillah diijinkan pulang ke rumah, namun masih lanjut isolasi mandiri (isoma) sampai tanggal 25 Februari (14 hari, sejak swab negatif). Selama Isoma  saya pun mencari info apa yang harus kami lakukan. Kebetulan Neng Ditta (teman ) sudah membuat tulisan menarik di blognya  : Apa yang Harus Dilakukan Saat Positif Covid?"Bagaimana treatmen isolasi mandiri yang dilakukan? Vitamin apa yang dikonsumsi? Tips lain agar lekas sembuh? Apakah setelah sembuh bisa kembali terpapar?Temukan jawabannya di link berikut (berdasarkan pengalaman pribadi sebagai penyintas Covid-19), bisa dilihat di :https://dittawidyautami.blogspot.com/2021/02/apa-yang-harus-dilakukan-saat-positif.html?m=1.

Dari Ig UGM Yoyakarta: 

Selain tips di atas, makan seimbang, juga berjemur di pagi hari. Pas sampe di rumah, biasanya Mbah langsung tangginas, tapi ini gak, kaki terasa lemas, susah utk berdiri, sampe hrs pake tongkat kaki 3 dan masih banyak tidur . Kata dokter suruh jalan2 krn abis bedrest lama. Alhmdulillah hari ke -5 di rumah sdh gak pake tongkat dan sudah bisa menyapu.  Ini sesuai dengan penjelasan video di acara kesehatan di stasiun TV berikut.



Selama di kamar Iso, Mbah menggunakan masker oksigen yg 10 liter, yg pke balon  krn yg  masker oksigen biasa masih kurang dan mesin pengencer darah. Obatpun tdk terhitung, ada sekali suntik bisa 6 kali tabung suntikan.

Waktu, sebelum mau apke pampers, Mbh cerita pernah main cabut alat2 infus dan mesin pengencer, wkt k toilet, shg keluar darah, untung segera ketahuan perawatnya....

Oh ya ad yg ketinggalan, sewaktu udh pindah bangsal Mbah nanya , sy itu sebenarnya sakit apa…Trs bilang apa saya karena klo yasinan, pengajian, jumatan gk pke masker...trs knp orang2 ada yg gk pke masker juga gk kena.....deuuh sy gk tahu tyt mbah blm paham. Sebenarnya saya dan kakak udh bilang jangan ikut kumpulan  dulu.

Trs hrs jujur jg, saudara yang tertular krn wkt operasi pasien gk jujur klo terkena  Covid akhirnya 8 nakes kena semua,   akhirnya Iso mandiri di rumah.

Tanggal 1 Maret kontrol spesialis jantung Alhmdulillah semakin membaik. Cuma tensi lumayan tinggi 175/100, usut punya usut, eeh ternyata sebelumnya Mbah makan telur asin yang dibawa saudara …padahal selama sakit dan juga setelah pulang ke rumah, menunya rendah garam, no santan dan no jerohan.  Tanggal 3 nya  kontrol  spesialis paru-paru. Alhamdulillah hasilnya baik juga.

Tanggal 8 Maret Mbah sudah bisa diajak ke Subang tempat rantau saya. Alhamdulillah sampai sekarang semakin sehat, sudah beraktivitas seperti semula, memasak, bahkan ke kebun juga. Memang Mbah kalau sehat tidak bisa diam, dan rajin bekerja. Tensi darah pun normal 120/80. Rupanya berkumpul bersama anak, cucu dan buyut membuat gembira dan bahagia. Semoga sakitnya Mbah kemarin jadi kafarat penebus dosa Mbah dan kami. Ya Allah syukur kami tiada terkira atas semua karunia-Mu.Dan terimakasih, Jazakumullaahu khoiron katsiiro kepada semua pihak yang sudah membantu kesembuhan Mbah, semoga Allah membalas kebaikan dengan berlipatganda, Allahumma inni a,udzubika minal baroshi waljunuuni wa sayyiil asqoom: Ya Allah aku berlindung kepada- Mu dari penyakit belang, gila dan keburukan segala macam penyakit. Aamiin Yaa Robbal Alaamiin.Tetap jaga prokes: 1.Pakai masker  jika keluar/bertemu orang  2. Rajin cuci tangan 3. Jaga jarak menghindari kerumunan. Semoga pandemi cepat berlalu.


 


Comments

  1. Alhamdulillah Mbah sekarang sudah sembuh. Semoga selalu sehat dan bahagia, bisa berkumpul terus dengan keluarga.

    ReplyDelete
  2. Semoga bisa bermanfaat untuk yg lainnya ��

    ReplyDelete
  3. Pengalaman yang sangat berharga, semoga bermanfaat dan menginspirasi bagi pembaca

    ReplyDelete
  4. Pengalaman yg sangat luar biasa,semoga bermanfaat untuk semua,semoga kita senantiasa sllu d berikan kesehatan,dan pandemi ini segera berakhir

    ReplyDelete
  5. Aamiin Yaa Robbal Alaamiin, nuhun Teh

    ReplyDelete
  6. Alhamdulikah mbah sehat kembali, semoga sehat sehat,ya mbah
    Pengalaman ini bisa untuk yg terpapar,bagus sekali

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya Bu, terimakasih doanya, Aamiin Yaa Robbal Alaamiin.🤲🤲🤲

      Delete
  7. Alhamdulillah, Gusti Alloh maringi kesehatan yg luar biasa,sehat terus Mbah,nggih.
    Experience yg luar biasa Bu Lik, semoga Gusti Alloh maringi kesehatan dumateng Bu Lik sekeluarga,,,,salam klrg

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah, mugi sehat lan sukses kagem mbak Suprapti beserta keluarga besar.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih doanya, Aamiin Allahumma Aamiin🤲🤲🤲

      Delete
  9. Sharing pengalaman yg berharga.
    Berkumpul dengan keluarga, ceria, dan bahagia bisa mempercepat kesembuhan pasien.
    Semoga Mbah tetap sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih Mb Mey , jazakallaahu khoir, semoga kita dalam lindungan dan ridho Allah SWT, selamat, sehat, dan pandemi ini segera berlalu. AAMIIN 🤲🤲🤲

      Delete
  10. Sharing yang bermanfaat buat kita semua ! Sukses selalu Bu !

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Menulis Buku Populer Semudah Menulis Chatting

Membangun Indonesia melalui PJJ yang menyenangkan