Assalamua’laikum Sandi Muridku ......
Sore
itu saya terhenyak tatkala membuka whastapp mendapat kiriman foto dari teman
ngajarku Bu Dini Rahmawati, yang juga bibi dari muridku Sandi Junjunan alumni
tahun 2009. Foto sebelas tahun yang lalu Sandi dan teman-temannya bersamaku, yang saya sendiri sudah lupa dan merasa tidak
berfoto waktu itu, maklum tahun itu gadged belum maju seperti sekarang, dengan
hp amat mudah untuk berfoto ria. Kebetulan saya sebagai wali kelasnya dan yang
mengharukan, katanya saya sebagai guru favoritnya. Namun yang ada yang lebih
membanggakan, saya sebagai gurunya, Sandi menjadi pribadi yang
berkarakter, menjadi pendidik dengan
segala kemampuan dan idealisme jiwa mudanya mengabdikan diri mengajar di
pedalaman suku Asmat Papua dengan mengikuti program SM3T (Sarjana Mendidik di daerah Terdepan Terluar
dan Tertinggal ).
Gbr 1. Foto bersama Sandi (berdiri no.2 dari kiri) dengan teman sekelasnya di SMP Negeri 1 Ciater tahun 2009
Menjadi
pendidik di pedalaman kabupaten Asmat tidaklah mudah,selain kondisi
geografisnya yang sulit dijangkau, masalah pendidikan di sana juga sangat
kompleks. Mulai dari kondisi siswa dan masyarakat, infrastruktur sekolah dan kekurangan
tenaga guru/kependidikan yang kerap tidak ada di tempat tugas adalah sekelumit
masalah yang dibuat blunder belum ada solusi dari pemerintah daerah. Ibu bangga
Nak, banyak orang pintar, bahkan punya sederet titel, tapi belum tentu mampu
mengabdikan ilmunya untuk berjuang sampai ke pelosok negeri.
Gbr 2.Naik perahu
lintas distrik demi listrik dan wi fi (tahun 2016)
Sandi
ditugaskan di SD Inpres Yankap yang berada di pedalaman Suku Kaigar, distrik
Der Koumur, Kabupaten Asmat. Daerah rawa dan belum ada listrik. Untuk keperluan
logistik (beras, bumbu dapur dan keperluan lainnya) belanja ke daerah pesisir
dengan mengendarai perahu sepekan sekali
, sekalian ibadah sholat Jumat dan mencari
listrik serta wi fi untuk komunikasi baik dengan keluarga dan teannya. Sedangkan untuk sayur dan ikan bisa mengambil dari rawa
di sekitar mess. Ulat sagu bisa dijadikan lauk atau cemilan. Jika digoreng
garing bisa dijadikan cemilan yang krispy lezat gurih dan berprotein tinggi. Betul-betul
hidup menyatu dan bersahabat dengan alam.
Gbr 4. Mencari ikan dengan ditemani Nuri pemberian warga
Gbr 3. Cemilan dari ulat sagu goreng garing
Sama
seperti kebanyakan sekolah di pedalaman Asmat, sarana dan prasarana sekolah ini
sangat minim, hanya terdapat 3 bangunan kelas, sehingga diberlakukan kelas
rangkap, satu ruang kelas dipakai untuk dua tingkat. Ruang 1 untuk kelas 1 dan
2, ruang 2 untuk kelas 3 dan 4 sedang ruang 3 untuk kelas 5 dan 6.
Gbr 5.
Demi cita-cita mereka harus
mendayung perahu untuk sampai sekolah
Di antara siswa (marga Sogorom)
tinggal di RT (Rukun Tetangga) 3, dengan jarak 3 km dari sekolah. Untuk
mencapai sekolah melintasi rawa, sehingga harus menggunakan perahu dayung.
Untungnya mereka bisa dan sudah terbiasa
menaiki perahu dayung. Semua itu dilakukan demi
menuntut ilmu untuk masa depan. Dengan bersekolah dapat membaca dan
menulis, menambah wawasan dan pengetahuan sehingga dapat membuka cakrawala
dunia, tahu adab dan sopan santun dan tentunya agar kelak menjadi orang yang
berguna.
Kondisi
siswa di sana juga sangat memprihatinkan, ketika Sandi datang ke sana, banyak
siswa yang tidak hadir di sekolah karena ikut orang tua mencari kayu gaharu di
hutan . daya serap siswa terhadap pembelajaran pun sangat kurang. Siswa kelas V
dan VI masih ada yang belum bisa membaca. Siswa kelas 6 ada yang berusia 18
tahun. Orang tua siswa/masyarakat pun sangat kurang kepeduliannya terhadap
pendidikan dan cenderung acuh terhadap program-program yang dilaksanakan
sekolah. kalangan siswanya kadang permasalahan sedikit saja dapat menimbulkan
perkelahian. Untuk itu di diadakan beberapa kegiatan edugame yang melatih
kerjasama dan rasa saling peduli.
Gbr 7. Beginilah kondisi kelas rangkap, saat kelas VI
melaksanakan praktek, kelas V mencatat materi selanjutnya
Dengan pendidikan kita wujudkan mimpi-mimpi menjadi
nyata, menuju kehidupan yang lebih baik. Semua itu perlu waktu untuk berproses.
Hal ini dirasakn Sandi, setelah kegiatan pembelajaran ilmu bumi, saat kedua
kalinya bertanya tentang mimpi mereka untuk terbang ke luar negeri, ramai sekali
jawaban nya, bersaut-sautan berteriak menjawab, India, Amerika, Inggris, Afrika bahkan sampai
Antartika. Ini sangat berbeda waktu Sandi bertanya untuk pertama kalinya bertanya hal
yang sama, tidak ada yang menjawab, bahkan Pulau Jawa tempat asal Sandi
pun mereka tidak tahu.
Dengan memanfaatkan sarana yang ada, Sandi berusaha
menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menarik. Melalui buku ensiklopedia,
atlas/peta dan globe , wawasan mereka mulai terbuka, membuka jendela dan
cakrawala dunia ilmu pengetahuan. Mendorong dan memotivasi siswa untuk maju dan
punya cita-cita.
Akhirnya, Ibu hanya mampu berpesan : Teruskan semangat
perjuanganmu Nak, menjadi sosok guru yang sebenarnya. Guru, yang dapat digugu dan ditiru , menjadi contoh
suri teladan bagi anak didik dan masyarakat. Menerapkan ilmu yang telah kau
dapat. Memiliki kepribadian yang harus ada pada diri seorang
guru, bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial dan budaya Indonesia,
menjadi pribadi dewasa ,memiliki etos kerja, tanggungjawab yang
tinggi
dan rasa
bangga menjadi guru. Mampu membina komunikasi yang sehat dengan sesama
guru, warga sekolah ,orang tua, peserta didik dan masyarakat.
Doa Ibu mengiringi setiap langkahmu, semoga disehatkan,
diberi kemudahan dan kelancaran dalam segala urusan dan selalu dalam lindungan
dan ridlo Allah SWT. Semoga semua usaha kita merupakan bagian kecil dari
memajukan pendidikan anak negeri, menjadi ladang amal ibadah untuk bekal
kehidupan dunia sampai akherat nanti.
Aamiin Ya Robbal
‘alamiin.
Bismillahittawakkaltu ‘alallaahu la haula wala quwata illaah
billaah
|
MasyaAlloh, semakin bertambah wawasan saya melalui informasi di artikel ini. Terimakasih Ibu
ReplyDeleteNuhun Pak, motivasinya...🙏
DeleteMaa syaa Alloh. Terima kasih Bu. Terus menginspirasi.
ReplyDeleteNuhun Neng Win, motivasinya....🙏
ReplyDeleteSubhanaloah, sangat menginspirasi bu....rasanya malu ya, kita enak ngajar di sini dibandingkan dengan kondisi mereka...kalauaa tugas di pedalaman seperti itu brapa taun ya...dan batasan usianya samapi berapa supaya bisa daftar
ReplyDeleteSP3T UPi ma , cuma setahunan Buu, kasiann ya daerah pedalamnnya...gk tau tuh, klo udh abis yg setahun ada penggantinya gk daerah tsb...Sandi murid sy tsb sekarng kebawa lolos cpns utk maju saringan berikutnya...doain lancar ya Bu Hj...🙏
DeleteInspiratif sekali ibu ...hebat👍
ReplyDeleteNuhun Bu Ria...🙏
DeleteBangga punya anak didik seperti Sandi, semoga bisa menjadi inspirasi untuk kita semua.
ReplyDeleteYa Bu, Aamiin Yaa Robbal Aalaamiin..
DeleteMenginspirasi 👍🏻 hhe tapi geliiii liat ulat sagu
ReplyDeleteMuhun Neng, komo anu di makan mentah, ningal videonya bergeliat karena di kuahin dgn sambal...🙂
ReplyDeletewaduuh...
Deletewow bu, saya jadi bertambah wawasan baca ini. Selamat ya bu.
ReplyDeleteMaturnuwun Buu, masih belajar🙏
Deletesangat menginspirasi
ReplyDeleteNuhun Pak....
ReplyDeleteNuhun Ibuu
ReplyDeleteKereeeeennn
ReplyDeleteNuhun Bu Nia, udh mampir🙂🙏
Deletekisah keren, dan tambah wawasan.
ReplyDeleteNuhun Bu Elly. Belajar dari pengalaman alumni
DeleteMenginspirasi bangett bu, alhamdulillah sekarang bisa lebih maju lagi. Sukses truss bu💕💕😉🤗
ReplyDeleteMakasih Neng, tetap 💪💪😉
DeleteSangat bermanfaat dan cerita nya sangat menginspirasi
ReplyDeleteMakasih ya Neng..😉👍
Delete